Waspada Penjualan 'Sapi Sampah' untuk Kurban, Ini Risikonya
Menjelang Idul Adha, Pemerintah Kota Tasikmalaya mengingatkan warga akan bahaya konsumsi daging sapi "sampah". Sapi-sapi ini biasa berkeliaran di sekitar Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPSA) Ciangir, Tamansari, memakan apa saja yang ditemukannya.
Bahaya makan daging sapi sampah cukup serius. Menurut Cecep Kustiawan, Kepala Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan di Dinas Ketahanan Pangan Pertanian dan Perikanan Kota Tasikmalaya, dagingnya bisa mengandung logam berat berbahaya seperti timbal, yang menyebabkan keracunan. Walau dikarantina selama satu hingga tiga bulan dengan perawatan dan pakan khusus, Cecep meragukan efektifitasnya untuk menyingkirkan racun tersebut sepenuhnya.
Membedakan sapi sampah dari sapi biasa secara fisik sulit, jadi warga harus teliti menanyakan asal-usul sapi yang akan dibeli. Cecep menjelaskan, baru terlihat jelas saat pemotongan bahwa dagingnya mengandung timbal dan zat berbahaya lainnya. Pihaknya pun gencar mengimbau pemilik sapi di TPSA Ciangir untuk tidak menjual sapi mereka sebelum menjalani karantina.
Sementara itu, para peternak di Tasikmalaya menghadapi tantangan tersendiri. Meningkatnya permintaan sapi menjelang Idul Adha membuat harga rumput dan jerami meroket. Ajid dan Hilman, pegawai di sebuah pusat penjualan sapi kurban di Kawalu, mengaku harus mencari jerami hingga ke Cigalontang, meningkatkan biaya operasional secara signifikan. Mereka bahkan terpaksa menggunakan daun jagung sebagai pengganti pakan.
Andri Ule, penanggung jawab pusat penjualan sapi lain di Kawalu, mengatakan mereka tidak menjual sapi sampah. Sapi mereka berasal dari Jawa Timur dan mendapatkan perawatan khusus sejak kedatangannya. Ia menambahkan bahwa penjualan sapi kurban tahun ini diprediksi turun sekitar 30%, karena berbagai faktor seperti biaya sekolah anak, ibadah haji, dan daya beli masyarakat yang menurun. Meski demikian, Andri optimis, stok sapi yang cukup memungkinkan mereka menjual sapi dengan harga Rp 20 juta hingga Rp 55 juta, dan jika tidak laku, mereka tetap bisa memotongnya untuk konsumsi sendiri.
Bahaya makan daging sapi sampah cukup serius. Menurut Cecep Kustiawan, Kepala Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan di Dinas Ketahanan Pangan Pertanian dan Perikanan Kota Tasikmalaya, dagingnya bisa mengandung logam berat berbahaya seperti timbal, yang menyebabkan keracunan. Walau dikarantina selama satu hingga tiga bulan dengan perawatan dan pakan khusus, Cecep meragukan efektifitasnya untuk menyingkirkan racun tersebut sepenuhnya.
Membedakan sapi sampah dari sapi biasa secara fisik sulit, jadi warga harus teliti menanyakan asal-usul sapi yang akan dibeli. Cecep menjelaskan, baru terlihat jelas saat pemotongan bahwa dagingnya mengandung timbal dan zat berbahaya lainnya. Pihaknya pun gencar mengimbau pemilik sapi di TPSA Ciangir untuk tidak menjual sapi mereka sebelum menjalani karantina.
Sementara itu, para peternak di Tasikmalaya menghadapi tantangan tersendiri. Meningkatnya permintaan sapi menjelang Idul Adha membuat harga rumput dan jerami meroket. Ajid dan Hilman, pegawai di sebuah pusat penjualan sapi kurban di Kawalu, mengaku harus mencari jerami hingga ke Cigalontang, meningkatkan biaya operasional secara signifikan. Mereka bahkan terpaksa menggunakan daun jagung sebagai pengganti pakan.
Andri Ule, penanggung jawab pusat penjualan sapi lain di Kawalu, mengatakan mereka tidak menjual sapi sampah. Sapi mereka berasal dari Jawa Timur dan mendapatkan perawatan khusus sejak kedatangannya. Ia menambahkan bahwa penjualan sapi kurban tahun ini diprediksi turun sekitar 30%, karena berbagai faktor seperti biaya sekolah anak, ibadah haji, dan daya beli masyarakat yang menurun. Meski demikian, Andri optimis, stok sapi yang cukup memungkinkan mereka menjual sapi dengan harga Rp 20 juta hingga Rp 55 juta, dan jika tidak laku, mereka tetap bisa memotongnya untuk konsumsi sendiri.

0 Response to "Waspada Penjualan 'Sapi Sampah' untuk Kurban, Ini Risikonya"
Posting Komentar